Kaidah Penulisan Soal Fisika


BEBERAPA HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PENULISAN
SOAL-SOAL FISIKA
Pengantar
       Panduan penulisan soal untuk tes atau ujian, baik esai maupun pilihan ganda sudah banyak dibahas oleh berbagai pihak yang kompeten. Kementerian Pendidikan Nasional khususnya Balitbang  juga sudah mengeluarkan Panduan Penulisan Soal untuk Pengembangan Bahan Ujian, namun panduan tersebut bersifat umum. Dalam penulisan soal-soal fisika kita perlu memperhatikan beberapa hal khususnya yang berkaitan dengan konsep fisika, agar soal tersebut menjadi baik dan benar. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam penulisan soal IPA-Fisika dipaparkan dalam tulisan ini. Karena terbatasnya ruang dan waktu tidak semua aspek dibahas di sini.
1.    Penulisan Lambang Besaran dan Satuan
a.   Lambang besaran ditulis menggunakan huruf “Italic”  atau menggunakan “equation” pada pengetikan  dengan Microsoft Word.
Contoh salah: F = m a
       Contoh benar:
       Contoh salah: F = 5 N
       Contoh benar: F = 5 N
b.  Perkalian antar besaran tidak usah menggunakan tanda titik atau tanda silang, karena tanda titik digunakan untuk “dot product” dan tanda silang digunakan untuk “cross product”
Contoh salah: F = m.a     W = F x s
Contoh benar:    
c.   Penulisan lambang satuan mengacu pada aturan Sistem Internasional atau PP No. 10 th 1987
§  Satuan, jika ditulis secara lengkap (apakah nama orang ataukah bukan nama orang) harus ditulis menggunakan huruf kecil.
Contoh salah: Sekon          
Contoh benar: sekon
Contoh salah: Newton       
Contoh benar: newton
§  Satuan yang tidak menggunakan nama orang jika disingkat harus menggunakan huruf kecil.
Contoh salah: t = 5 S
Contoh benar: t = 5 s
Contoh salah: Intensitas cahaya 200 Cd
Contoh benar: Intensitas cahaya 200 cd
§  Satuan yang menggunakan nama orang, jika disingkat dituliskan dengan huruf kapital jika 1 huruf, dan huruf kapital diikuti huruf kecil jika 2 huruf .
Contoh salah: F = 200 n
Contoh benar: F = 200 N
Contoh salah: P = 350 PA         P = 350 pa
Contoh benar: P = 350 Pa  
§   Awalan sistem metrik mulai mega (M) ke atas disingkat menggunakan huruf besar, dan mulai kilo (k) ke bawah disingkat menggunakan huruf kecil.
Contoh salah: 2 500 000 000 watt = 2,5 gW
Contoh benar: 2 500 000 000 watt = 2,5 GW
Contoh salah: 300 Kg
Contoh benar: 300 kg
Contoh salah: 12 Cm
Contoh benar: 12 cm
§  Satuan dituliskan menggunakan huruf tegak.
Contoh salah: F = 25 N
Contoh benar: F = 25 N
Contoh salah: t = 5 sekon
Contoh benar: t = 5 sekon
§  Satuan meskipun disingkat, tidak boleh menggunakan tanda titik di belakangnya. Berbeda dengan singkatan untuk gelar, misal S.Pd.
Contoh salah: panjangnya 5 m. dan massanya 20 kg. serta …
Contoh benar: panjangnya 5 m dan massanya 20 kg serta …
§  Satuan suhu mutlak kelvin, tidak boleh menggunakan tanda derajad (bulatan kecil), tetapi satuan suhu yang lain: celcius, reamur, fahrenheit tetap mengguanakan tanda derajad.
Contoh salah: 300oK
Contoh benar: 300 K
§  Penulisan satuan singkatan yang sering keliru:
5 det, 5 dtk, seharusnya 5 detik
60 sek, seharusnya 60 s atau 60 sekon
12 gr ; 12 Gr , seharusnya 12 g atau 1 gram
2 Amp; 2 amp, seharusnya 2 A ;  2 ampere
5 ltr; 5 lt, seharusnya 5 l atau 5 liter
200 mL, seharusnya 200 ml


2.    Memahami hubungan antar besaran
Jangan memahami hubungan antar besaran secara matematis saja. Kita harus tahu besaran mana yang konstan dan besaran mana yang variable atau saling berhubungan  (bergantung pada konteks atau kasus soalnya).
Contoh 1: Rambatan gelombang
Sifat umum dari gelombang, jika merambat dari medium satu ke medium lain, frekuensinya selalu tetap. Laju rambat gelombang , besarnya bergantung antara lain pada medium rambat. Untuk gelombang mekanik: . Untuk gelombang elektromagnetik laju rambat gelombang berbanding terbalik dengan indeks bias bahan/medium. Laju rambat gelombang cahaya di udara lebih besar dari laju rambat gelombang di air.
Hubungan antara laju rambat gelombang, frekuensi, dan panjang gelombang dinyatakan sebagai . Jika dilihat secara matematis, seolah berbanding lurus dengan  dan , namun tidak demikian begantung kasusnya.
Kasus soal 1:
Gelombang  bunyi dengan frekuensi 300 Hz, merambat di udara dengan laju 340 m/s. Jika frekuensinya diubah menjadi 600 Hz, berapa laju rambat gelombangnya?
 Jika kita hanya melihat hubungan  secara matematis saja, kita akan mengatakan laju rambatnya menjadi 680 m/s (dua kali semula), karena frekuensinya dua kali semula. Namun perlu diingat karena medium rambatnya tetap yakni udara, maka laju rambatnya juga tetap 340 m/s. Dalam kasus soal ini besaran yang konstan adalah laju rambat , sehingga berbanding terbalik dengan .
Kasus soal 2:
Gelombang bunyi di udara memiliki frekuensi 500 Hz. Laju rambatnya di udara  pada suhu tertentu 345 m/s dan di air 1380 m/s. Berapa frekuensi gelombang tersebut di dalam air?
Jika kita hanya melihat hubungan  atau  secara matematis saja, kita akan mengatakan frekuensinya akan menjadi 2000 Hz (empat kali semula) dengan alasan karena laju rambatnya juga empat semula. Namun perlu diingat bahwa sifat gelombang yang merambat dari medium satu ke medium lain, frekuensinya selalu tetap.  Dalam kasus soal ini besaran yang konstan adalah , sehingga berbanding lurus dengan .
Kasus lain misal hubungan antara beda potensial , hambatan listrik dan kuat arus dalam hubungan hukum Ohm yakni: .
Contoh:
Resistor 200 , semula dipasang pada beda potensial  6 volt. Jika beda potensialnya diubah menjadi 12 volt berapakah hambatan resistor tersebut? Diskusikan jawabannya!
Contoh:
Sebuah sumber tegangan dipasang resistor dengan hambatan 100  ternyata arus yang mengalir 50 mA. Berapa arus yang mengalir jika hambatan yang dipasang 200? Diskusikan jawabannya.




3.    Batas keberlakuan suatu hukum atau persamaan.
Kasus 1
Pada kebanyakan buku Fisika SMP disebutkan bahwa tekanan udara luar di atas permukaan laut adalah 760 mm Hg, dan akan berkurang 10 mmHg, setiap kenaikan ketinggian 100 meter. Bagaimana tekanan udara luarnya bila ketinggian suatu tempat 8000 meter di atas permukaan laut? Menurut teori tersebut secara matematis tekanan udaranya adalah
Bar = 760 mmHg - (8000 m/100m)x10mmHg = - 40 mmHg (minus 40 mmHg).
Apakah hal ini logis? Jelas tidak masuk akal!
       Sebenarnya berkurangnya tekanan udara luar tidak secara linier, tetapi secara eksponensial. Hal ini dapat didekati/dijelaskan dengan menggunakan persamaan gas ideal, dengan menganggap udara sebagai gas ideal. Selain itu juga dengan anggapan gravitasi tetap, suhu tetap, dan komposisi gasnya juga tetap.
Berkurangnya tekanan udara (termasuk fluida) dirumuskan:  dimana : perubahan tekanan udara (pascal atau N m-2), : massa jenis udara (kg m-3) , : percepatan gravitasi (m s-2), dan : perubahan ketinggian (m). Tanda negatif menyatakan bahwa untuk  positif (makin tinggi letak suatu tempat di atas permukaan laut, maka nilainegatif (tekanan udara berkurang).
Dari persamaan gas ideal: , maka :  , dengan : tekanan gas (pascal atau N m-2), : volume gas (m3), : jumlah mol gas (kmol), : tetapan umum gas (8314 J kmol-1 K-1), : suhu mutlak (K), : massa gas (kg), : massa molekul atau massa relatif (kg kmol-1).
       Dari persamaan : , akan diperoleh persamaan :  , atau  dengan menganggap ,, dan  konstan, sedang : konstanta gas maka diperoleh:  dimana  : tekanan udara luar pada ketinggian 0 meter di atas permukaan laut, dan : tekanan udara luar pada ketinggian  di atas permukaan laut. Dari integral di atas akan diperoleh : à àà atau akhirnya diperoleh persamaan eksponensial
Dari persamaan ini nampak bahwa berkurangnya tekanan udara luar tidak linier dengan ketinggian, tetapi berkurang secara eksponensial terhadap ketinggian. Tentunya kenyataan tidak sesederhana persamaan di atas. Suku-suku , , dan  tentunya juga berubah dengan adanya perubahan ketinggian. Agar fisika itu menjadi mudah, banyak hal-hal yang disederhanakan, itupun fisika masih tetap dianggap momok oleh sebagian besar siswa.
Dari persamaan di atas grafik antara  dan  sbb.
      
P (mmHg)
 
                    
                          





Untuk perubahan ketinggian (dari permukaan laut) yang tidak terlalu besar, grafik tersebut dapat dianggap linier. Untuk tempat yang tidak terlalu tinggi dapat didekati secara linier yakni setiap naik 100 m, tekanan berkurang sebesar 1 cmHg atau 10 mmHg.
       Bagi guru yang penting adalah saat membuat soal hendaknya yang rasional. Misalnya berapakah tekanan udara luar di suatu tempat yang tingginya 600 meter di atas permukaan laut ? Contoh yang tidak rasional adalah berapakah tekanan udara luar pada ketinggian 5000 m di atas permukaan laut ? Pada ketinggian tersebut, kurvanya sudah tidak linier lagi. Apalagi ketinggian 8000 m!
Diskusikan untuk kasus-kasus lain!

4.    Asumsi-asumsi saat penurunan rumus
Rumus-rumus umumnya diturunkan dengan beberapa asumsi agar persoalan matematisnya menjadi sederhana. Sebagai contoh pada optika geometrik, khususnya cermin dan lensa diturunkan secara geometri dengan asumsi sinar yang datang dianggap sinar paraksial (para-axial), yang berarti sudut datang sinar pada permukaan pemantul dan pembias mendekati 0o (ketika , dengan dalam radian). Dari asumsi ini secara geometri diperoleh hubungan antara jejari kelengkungan cermin dengan jarak titik apinya yakni (ini hanya berlaku untuk cermin lengkung), sedangkan untuk lensa tipis dengan asumsi sinar paraksial, menggunakan hukum Snell secara geometri diperoleh hubungan . Dengan asumsi di atas juga diperoleh hubungan  dan  baik untuk cermin lengkung maupun lensa tipis.
Rumus-rumus di atas dibuktikan dengan menggunakan asumsi sinar yang digunakan adalah sinar-sinar paraksial (dekat sumbu utama, sudut datangnya sangat kecil). Sebagai konsekuensinya kalau guru membuat soal, hendaknya nilai besaran yang disajikan memberi gambaran bahwa sinarnya dapat dianggap paraksial. Misal sebuah benda kecil tingginya 1 cm diletakkan pada jarak 20 cm di depan cermin cekung yang jarak fokusnya 15 cm. Pada soal ini sinarnya dapat dianggap paraksial, sehingga rumus-rumus di atas boleh digunakan.
Jangan seperti yang ini : sebuah benda tingginya 5 cm diletakkan pada jarak 7 cm di depan cermin cekung yang jarak fokusnya 4 cm, yang terakhir ini jelas sinarnya nonparaksial, sehingga kita tidak boleh menggunakan rumus-rumus di atas. Secara matematis memang tidak ada masalah, tetapi secara fisis hal tersebut tidak dibenarkan.
Asumsi-asumsi untuk menyederhanakan persoalan perumusan hukum-hukum fisika, tidak hanya pada bidang optik saja, masih banyak bidang lain seperti mekanika, gelombang, listrik-magnet, dsb.
5.    Pencantuman nilai konstanta fisis pada soal
Siswa di sekolah tidak hanya mempelajari IPA atau fisika saja, tetapi juga mata pelajaran yang lain, sehingga siswa tidak mungkin hafal semua nilai konstanta fisis, seperti: kalor jenis es, kalor lebur es, kalor jenis air, percepatan gravitasi, titik lebur es, titik didih air, massa jenis air. Pencantuman nilai konstanta fisis yang diperlukan dalam penyelesaian soal, mutlak harus dilakukan.
Sebagai contoh pada kasus kalorimetri, misal soal tentang azas Black, sering guru tidak mencantumkan nilai titik lebur es dan titik didih air. Guru berasumsi bahwa siswa akan mengerjakan soal tersebut dengan menggunakan titik lebur es 0oC dan titik didih air 100oC. Siswa yang kritis akan mengatakan bahwa soal tersebut tidak dapat dikerjakan karena tidak ada data titik lebur es dan titik didih air. Memang benar titik lebur, titik didih, dan titik didih suatu zat bergantung pada tekanan di atas zat tersebut (diagram P-T). Titik lebur es 0o dan titik didih air 100oC hanya jika tekanan di atas es atau air 1 atmosfer.
6.    Gambar, grafik, diagram
Pencantuman gambar, grafik, diagram, dsb.,harus jelas dan berfungsi. Keterangan pada gambar, diagram dan grafik jangan sampai bertentangan dengan data yang ada dalam teks soal. Sumbu-sumbu pada grafik harus dicantumkan lambing besaran dan satuannya. Gambar juga harus logis dan benar. Gambar berikut mana yang benar dan mana yang salah?
7.         Dsb.